Minggu, 15 Agustus 2010

Gara-Gara Mentoring

Menjadi mentor untuk anak-anak SMA baru bagiku. Sekitar lima bulan yang lalu aku diberi kesempatan menjadi mentor di SMA ku dulu. Pertemuan perdana dengan mereka membuat ku tersentak dengan pertanyaan-pertanyaan dari mereka. Yah… pertanyaan mereka tidak jauh-jauh dari seputar percintaan. Lumayan menggelitik pertanyaan mereka, semuanya berhubungan dengan wacana dilarangnya berpacaran.Pertanyaan ini tidak pernah muncul pada zaman aku dan teman-teman menjadi peserta mentoring. Karena kami tidak pernah tahu kalau pacaran itu dilarang dalam agama. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang dulu asing di kalangan anak remaja sekarang sudah sangat familiar di telinga mereka. Yah, walaupun mereka belum tentu juga faham akan hal itu.
Masih hari pertama, jadi ku gunakan untuk berta’arufan dengan mereka. Sekaligus sharing mengenai perkembangan ROHIS beberapa tahun belakangan.

Sesi Tanya Jawab

“ Kak, bener ya pacaran itu tidak boleh?” Tanya salah satu peserta mentoring dengan serius
“ Siapa bilang? Boleh kok!?” jawab ku dengan PeDe nya
???????????????????????
tampaklah muka mereka yang keheran-heranan. Langsung saja ku sambung.
“Pacaran itu boleh asal setelah menikah, malah itu wajib” lanjut ku
“Oooooo…..” tanggap mereka serentak
“Trus klo nggak pacaran lewat apa donk kak?”
“Ya ta’aruf, kalian pernah dengar kata ini kan?”
“Pernah sih kak…, tapi ta’aruf itu seperti apa?”
Glekkkk!!!!
Ta’aruf itu seperti apa ya?? wong aku belum pernah menjalaninya. Gimana ku bisa kasih tahu kronologisnya.

Akhirnya, dengan berat hati ku jujur mengatakan pada mereka bahwa aku tidak begitu tahu detail ta’arufan sebelum menikah itu seperti apa. Jadi yang kusampaikan pada mereka adalah proses yang pernah ku dengar dari Murobbiyah dan temen-temen satu usroh ku dulu. Alias ala kadarnya, tidak begitu lengkap.Dari kejadian itu, ku agak sedikit menyesal. Karena dari dulu ku paling ogah-ogahan membeli buku yang berhubungan dengan pernikahan. Jangankan membeli lalu membacanya. Membicarakannya atau membahasnya pun ku malas. Tidak berminat. Sampai-sampai ku tak berminat lagi membaca novel-novel Islami. Karena bisa ku tebak akhir ceritanya. Klo nggak sad ending dengan kematian ya….. happy ending dengan pernikahan dan poligami. Betul tidak?! He…
Akhirnya karena kebutuhan inilah aku membeli dua buku tentang pernikahan. Satu untuk kado pernikahannya Kak Dodi dan yang satu lagi untuk ku baca-baca. Lumayan bisa buat bekal ku nanti. Aku lupa judul buku yang ku kasih untuk kak Dodi, tapi judul buku untuk ku adalah “Risalah Khitbah: Konsep Paradigmatik dalam Memilih Pasangan dan Meminang, karangan Yahya Abdurrahman”. Aku membalinya awal Juli 2010, baru Ramadhan ini ku sempat membacanya. Itu pun tidak ku baca dengan berurutan. Yang jelas Muqaddimah atau kata pengantar selalu ku baca duluan. Biar ku tahu apa tujuan si penulis memakai judul itu sebagai judul besar di bukunya. Kemudian ku membaca daftar isi nya, kira-kira subjudul mana yang paling menarik untuk bisa dibaca terlebih dahulu.
Lalu ku pilih sub judul “Inikah Saatnya?”. Ada rasa ingin tahu dalam diriku. Apakah diriku sudah termasuk yang disunnahkan untuk menikah? Ataukah hukum wajib sudah jatuh pada ku? Atau hukum haram kah yang sekarang ku sandang? Jika aku termasuk yang disunnahkan/diwajibkan untuk menikah maka ku bulatkan tekad untuk segera menuliskan CV dari Murobbiyah yang sudah berminggu-minggu terlantar di tumpukan buku-buku.
Bersambung cink….

8 komentar:

Kaospinang.com mengatakan...

hihi..makanya nikah ukh..:)

Novalisabatam mengatakan...

@Kak Agung: Alamak! dpt ceramah dari senior nie he....

sakti mengatakan...

good luck...

Soe mengatakan...

setuju sama koment nya mas Agung dah...

Novalisabatam mengatakan...

@Soe: ni ape lagi nie... ikut2an setuju

Soe mengatakan...

hehehee...
tunggu ape lagi coba?
dah lah..
cepat2 je nikah sana

Novalisabatam mengatakan...

"............................."

Soe mengatakan...

apelah cuma titik-titik je koment nya...

Posting Komentar

Yoyen dalam Kenangan

Yoyen dalam Kenangan

 
;