Selasa, 29 Desember 2009 0 komentar

Ujian Aktivis Islam


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Allah berfirman,

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ ﴿١١﴾

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’d [13]: 11)

Rasulullah Saw. bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Kalau ia tidak mampu (dengan tangannya), maka dengan lisannya. Kalau ia tidak mampu (dengan lisannya), maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim dalam Shahih-nya)

KALIMAT PERSEMBAHAN

Untuk mereka yang mengejar fatamorgana yang menipu

Untuk mereka yang terlunta-lunta, semoga mereka menemukan jalan.

Untuk mereka yang mencita-citakan kemerdekaan dan perubahan.

Untuk mereka yang jiwanya menjauhi kemegahan dunia dan pernak-perniknya yang fana.

Untuk para pengikut Asy-Syahid Hasan Al-Banna di atas bumi dan di kolong langit.

Untuk mereka semua kupersembahkan buku ini…..

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan amal-amal jelek kami. Barangsiapa yang diberi Allah hidayah, maka tiada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada yang bisa memberinya hidayah (petunjuk) dan kalian tidak akan menemukan seorang penolong yang membimbing baginya selain Allah.

Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Dia saja lah yang menolong hamba-Nya, menguatkan bala tentara-Nya dan menghancurkan kelompok-kelompok musuh. Tidak sesuatu pun sebelum dan sesudah Allah. Segala sesuatu pasti binasa kecuali Dzat Allah.

Semoga karunia dan keselamatan senantiasa tercurah pada Utusan Rabb semesta alam, pembawa rahmat dan nikmat bagi seluruh umat manusia. Kami bersaksi bahwa Nabi Saw. telah menyampaikan risalah, menunaikan amanat, menasehati umat dan meninggalkan mereka di atas jalan yang putih bersih; malamnya seperti siang, tidak ada yang menyimpang dari jalan itu kecuali orang yang ditakdirkan binasa. Rasulullah Saw. telah menasihati umatnya agar berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnahnya. Beliau Saw. bersabda, “Aku tinggalkan dua hal di tengah kalian. Selama kalian berpeteguh pada keduanya, maka kalian tidak akan sesat sepeninggalku selama-lamanya. Dua hal itu adalah Kitab Allah dan Sunnahku.”

Semoga Allah meridhai para sahabat Rasul seluruhnya. Mereka adalah generasi terbaik dalam kehidupan umat manusia, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Sebaik-baik generasi adalah generasiku.” Mereka adalah para pemimpin umat dan laksana singa di medan perang. Mereka telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mereka membawa manusia keluar dari penyembahan terhadap sesama hamba untuk menyembah Allah semata, keluar dari ketidak-adilan agama-agama kepada keadilan Islam dan keluar dari sempitnya dunia kepada luasnya dunia dan akhirat. Sungguh, mereka telah mengesakan Allah dalam diri dan pergaulan dengan pihak lain. Mereka menegakkan uluhiyyah Allah dengan mengimplementasikan syari’at-Nya dan menghancurkan ketuhanan para thaghut dengan meruntuhkan aturan-aturan positif yang mengundang murka Allah dan kemarahan Rasulullah Saw. beserta orang-orang mukmin yang shalih. Amma Ba’du.

Al-Qur’an Al-Karim turun ke hati Rasulullah Saw. Dengan Al-Qur’an itu beliau membina satu generasi, membangun satu umat dan mendirikan sebuah negara. Semua itu hanya memakan waktu yang tidak lama; tidak lebih dari dua puluh tiga tahun. Dalam jangka waktu itu, Rasulullah Saw. berhasil membina sebuah generasi Qur'ani yang unik dalam kehidupan umat manusia. Dengan Al-Qur’an itu beliau membangun sebuah umat yang merupakan umat terbaik yang pernah muncul di hadapan manusia. Sebuah umat yang memerintahkan kebaikan, mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah. Allah berfirman,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran [3]: 110)

Dan dengan Al-Qur’an itu beliau mendirikan Daulah Islamiyyah yang merupakan negara paling adil yang pernah memerintah umat manusia sejak zaman Nabi Adam AS.

Umat manusia dalam beberapa abad tak lekang merasakan ketenangan di bawah naungan agama ini, meskipun berbeda-beda warna kulit, ras, agama dan tanah air mereka. Kemudian negara-negara Islam itu menerima gempuran brutal dari musuh-musuhnya, pasukan salib. Akibatnya, hati manusia menjadi tidak tenang dan kepanikan mewarnai kehidupan manusia. Karena pasukan musuh itu mendirikan banyak negara dan kerajaan dan berusaha menjauhkan umat Islam dari agama mereka dan mengganti syari’at mereka dengan hukum yang kafir, fasiq dan zhalim. Tetapi pada akhirnya umat Islam berhasil mengalahkan kaum imperalis itu, mengusir dan mengalahkan mereka, serta membersihkan wilayah-wilayah Islam dari najis dan kotoran mereka.

Setelah beberapa abad sejak babak pertempuran tersebut, tepatnya pada abad 19 dan 20, negara-negara Islam kembali menghadapi gempuran salib yang sarat dengan makar. Gempuran ini sanggup mengalahkan umat Islam dan menguasai mereka dalam beberapa dekade. Selama masa itu, mereka menciptakan sistem jahiliyah yang mengatur negara-negara Islam, setelah mereka membagi-baginya menjadi negara-negara kecil yang lemah; tidak memihak kepada teman dan tidak melakukan perlawanan terhadap musuh.

Ketika para imperialis itu berniat menarik kekuatan mereka dari wilayah Islam, mereka meninggalkan orang-orang yang berkedok Islam, tetapi pada hakikatnya tidak ada hubungan apapun dengan Islam. Mereka mengikuti paham nasionalisme. Para pekerja bayaran itu melakukan kejahatan terhadap Islam dan menodainya. Mereka bersikeras untuk menjauhkan Islam dari realitas kehidupan manusia dari segi akidah, syari’at dan aturan kehidupan. Mereka mengelabuhi umat karena berbicara dengan bahasa yang sama dan berstatus sebagai warga negara yang sama.

Lalu Allah menghendaki lahirnya harakan-harakah Islamiyyah untuk memulai kembali kehidupan yang Islami dan mendirikan daulah Islamiyyah. Ini berlangsng ketika dunia Islam dikepung banyak negara seperti orang-orang yang makan mengepung nampan tempat makanan. Hal itu karena Allah telah meresapkan penyakit wahn ke hati umat Islam, yaitu cinta dunia dan takut mati.
Allah berkehendak agar Imam Hasan Al-Banna memunculkan harakah Islamiyyah pertama di Timur dengan tujukan membebaskan dunia Islam dan mendirikan daulah Islamiyyah di dalamnya. Dakwah ini pun mendapatkan sambutan dari banyak kalangan di Mesir, di negara-negara Arab dan di negara-negara Islam lainnya. Bahkan penyebaran dakwah ini telah menjangkau seluruh pelosok bumi.

Tidak diragukan bahwa harakah ini memiliki tujuan-tujuan umum dan khusus, metode-metode reformasi dan perubahan, serta sarana-sarana dan tahapan-tahapannya. Setiap tahap memiliki sarananya tersendiri dan setiap tahapan dilanjutkan dengan tahapan yang lain. Pada prinsipnya, hal-hal ini jelas bagi manusia sampai mereka membatasi sikap mereka terhadapnya, baik positif atau negatif. Para tokoh dan pemikir jama’ah ini tidak boleh putus asa untuk membicarakan hal-hal tersebut, sejarahnya, tujuan-tujuannya, sarana-sarananya, perkembangan dan fase-fasenya, agar mereka dapat menyampaikan argumen yang tepat kepada khalayak.

Sayangnya, banyak orang yang tidak memahami manhaj jama’ah ini karena kurangnya usaha dari pada dai. Bahkan, berbagai situasi dan kondisi politik telah memalingkan perhatian sebagian elemen jama’ah ini untuk mencermati fiqih haraki jama’ah dan mengkaji berbagai manhaj, perkembangan, periode dan sarana-sarananya. Hal itu mengakibatkan keambiguan dalam bertindak dan memandang, serta kegamangan dalam meniti jalan yang lurus. Akibatnya, tanpa disadari jama’ah semakin jauh dari tujuan-tujuannya. Bahkan, terkadang tampak bahwa jama’ah telah berlaku baik di jalan yang keliru ini; jalan yang suram ini.

Perlu kami sebutkan di sini bahwa Hasan Al-Banna rahimahullah adalah orang yang merumuskan pemikiran jama’ah, menancapkan fondasi-fondasinya, mengokohkan bangunan-bangunannya, serta meletakkan berbagai tujuan, metode dan sarananya. Untuk melakukan tugas itu, ia dibantu oleh beberapa rekan yang menahkodai bahtera bersamanya. Mereka inilah yang melanjutkan perjalanan sepeninggal Hasan Al-Banna, seperti Hasan Hudhaibi, Umar Tilmisani dan lain-lain. Mereka meneguhkan manhaj dan menjelaskannya. Selain itu, Allah memberi kesempatan kepada Sayyid Quthub untuk menulis, menjelaskan dan memberi pengarahan. Ia menyusun banyak buku, terutama tafsir Fi Zhilalil Qur'an yang benar-benar dianggap sebagai buku dakwah dan harakah. Berkat jerih payah mereka itulah jalan yang ditempuh menjadi jelas. Dan berkat keteguhan orang-orang yang laksana gunung itulah umat Islam menjadi teguh. Berkat mereka, cahaya harapan untuk menang bersinar di jiwa manusia.

Allah menguji para da‘i itu dengan berbagai kesulitan dan menghadapkan mereka dengan berbagai tekanan dan penyiksaan fisik, karena Allah mencintai mereka. Apabila Allah menyintai seorang hamba, maka Dia akan mengujinya. Dan Allah menguji seseorang itu sesuai dengan kadar agamanya. Apabila agamanya tangguh, maka ujiannya dilebihkan. Para pioner itu telah menghadapi banyak bencana dan ujian yang keras, lalu mereka bersabar di atas jalan yang terjal, melangkahi dan mengalahkan setiap godaan dunia dan lebih memilih nikmat abadi dan kemenangan yang besar di sisi Allah.

Ada salah satu bentuk ujian lain yang disering dilupakan manusia dan para dai. Bentuk ujin ini adalah berupa kesenangan. Maksudnya sesuatu yang menyenangkan hati dan melapangkan dada. Ujian tersebut berupa jabatan atau kekuasaan.

Bentuk ujian ini terkadang dialami satu jama’ah di suatu negeri. Ia menimbulkan kehidupan yang rileks, setelah sebelumnya mereka mengalami kesulitan, penderitaan dan keletihan. Dunia membukakan pintunya bagi mereka selebar-lebarnya sebagai bujukan dan tipuan, sehingga sebagian individu jama’ah sibuk dengan ujian yang nyata ini. Lalu mereka-pun mengejar fatamorgana yang mengelabuhi mereka yang didera rasa haus dan menggiring mereka menuju kematian tanpa mereka sadari.

Penulis memberi kesaksian berdasarkan banyak pengalaman yang terjadi pada para da‘i dan harakah, baik di masa lalu atau di masa kini, bahwa ujian dengan kesenangan duniawi dan hiasannya—dalam bentuk status sosial, kekuasaan, harta dan jabatan—itu lebih menghancurkan bagi para da‘i daripada ujian dengan kesusahan, bencana, fitnah dan kehidupan yang keras di balik jeruji penjara. Karena banyak da‘iyang teguh di atas jalan yang terjal dan penderitaan, tanpa pernah meninggalkan prinsip mereka. Tak setipis kulit ari pun mereka menurunkan standar nilai-nilai yang mereka anut. Tetapi, ketika dunia menghampiri mereka dengan berbagai rayuan, kekuasaan dan jabatannya, khususnya koalisi dalam pemerintahan, maka tidak lagi dirasakan keberadaan mereka di dunia dakwah dan tidak terdengar suara mereka meskipun samar-samar (memperjuangkan Islam dan umatnya). Sebaliknya, mereka telah berbalik dan menanggalkan prinsip-prinsip yang dahulu mereka selalu dengungkan dan serukan kepada manusia. Sungguh tepat penjelasan Allah tentang mereka, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS Al-A’raf [7]: 176)

Ya, terkadang setan mendistori pikiran para da‘i bahwa mereka bisa berkhidmat dan menegakkan Islam dalam realitas kehidupan sembari berinteraksi dengan para thaghut dan tidak menyikapi berbagai kemungkaran yang mereka lakukan, serta dengan berkompromi dan bekerjasama dengan mereka. Dari sini, mereka pun mendistorsi pemikiran khalayak dan membiaskan manhaj perubahan dakwah Islam.

Penting menurut penulis untuk memberi isyarat bahwa apa yang ditulis oleh Al-Banna merupakan manhaj haraki Islami yang paripurna. Ia telah menggariskan jalan yang jelas dan terang bagi para da‘i. Ia telah menetapkan rambu-rambunya bagi setiap orang yang berusaha menyebarkan perbaikan dan perubahan. Telah mengakar rasa cinta di dalam jiwa, hati dan pikiranku terhadap tokoh ini, berikut manhaj yang telah digariskannya. Karena itu, penulis mengikuti manhaj tersebut, bersandar padanya dan mengajak orang lain untuk komit kepadanya. Penulis menghabiskan seluruh waktunya untuk menyebarkannya semata-semata untuk mencari ridha dan ampunan Allah.

Penulis mengamati kondisi para da‘i, perilaku dan interaksi mereka dengan para thaghut, pujian dan pendekatan mereka para thaghut, pandangan mereka yang membesar-besarkan aspek-aspek positif para thaghut jika memang ada dan pandangan mereka yang mengecilkan kedudukan para tokoh mereka dengan menutup mata dan tidak mengomentarinya. Penulis juga mengamati ambisi mereka untuk berada di bawah ketiak para thaghut itu; bekerja di bawah payungnya dan mencari muka. Pada saat yang sama, penulis mengamati manhaj harakah Islamiyyah yang telah digariskan oleh Al-Banna dan para pengikutnya. Setelah itu, penulis menemukan perbedaan yang besar dan jarak yang lebar antara manhaj dan perilaku. Dari sini muncul dari hati penulis sebuah perasaan yang kuat dan keinginan yang besar untuk menulis buku ini yang berisi penjelasan tentang manhaj tersebut. Dengan buku ini, penulis bermaksud untuk mengingatkan siapa yang mau menerima pelajaran, atau ingin memetik pelajaran, atau berusaha keras untuk memetik pelajaran. Penulis juga berkeinginan membuka mata generasi penerus dan para pemuda yang antusias terhadap perubahan yang komprehensif dan menyeluruh.

Di antara motivasi penulis untuk menulis tema ini adalah menjelaskan argumen dan memaparkan bukti yang jelas bagi orang-orang yang memiliki perhatian serius terhadap manhaj harakah Islamiyyah, yang telah dijelaskan dan digariskan oleh Al-Ustadz Hasan Al-Banna rahimahullah.

Di dalam buku ini, penulis menjelaskan tentang upaya perubahan dan seruan Al-Qur’an terhadapnya, manhaj Al-Qur’an dalam mengadakan perubahan, kaidah-kaidah umum perubahan yang disimpulkan dari Al-Qur’an, serta bukti-bukti empirik mengenai kaidah-kaidah tersebut. Kemudian penulis memaparkan sarana perubahan yang ada dalam amal Islami yang terorganisir, definisinya dan manfaat-manfaat yang dapat dipetik individu-individu dan jama’ah darinya.

Kemudian penulis berbicara tentang rezim jahiliyah, definisinya, sikap terhadapnya, metode perubahan yang orisinil ketika telah terpenuhi aspek-aspek kebebasan dan jalan dialog bagi harakah Islamiyyah. Inilah prinsip yang diikuti dalam melakukan perubahan. Apabila aspek-aspek tersebut tidak terpenuhi, maka ada pengecualian dari prinsip tersebut. Hal ini telah dibicarakan oleh Al-Banna dengan jelas dan gamblang. Setelah itu, penulis berbicara tentang fase-fase harakah Islamiyyah dalam melakukan perubahan, tujuan-tujuannya dan sarana-sarananya.

Terakhir, penulis memaparkan satu masalah penting secara terperinci, yaitu koalisi dalam kabinet pemerintahan jahiliyah. Penulis akan menganalisa beragam pendapat dan dalil-dalilnya.

Penulis berupaya agar kajian ini tersajikan secara ringkas, tidak bertele-tele, agar pembaca mudah menelaahnya tanpa merasa bosan, juga agar pembaca tidak mengeluarkan banyak uang untuk membeli buku ini, karena saat ini masyarakat tengah hidup dalam kesulitan.

Penulis benar-benar berharap dapat mengingatkan pembaca yang budiman mengenai hak penulis pada pembaca berupa nasihat, karena agama adalah nasihat, sebagaimana yang dipetuahkan Rasulullah Saw. Karena itu, penulis berharap pembaca berkenan menelaah buku ini, memberi arahan, kritik dan usulan. Karena seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya.

Sekali lagi, penulis mengutarakan harapan yang sangat, disertai ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada setiap pihak yang menunjukkan kepada penulis penulis agar dapat dikoreksi, celah agar ditutup, kekurangan agar dapat disempurnakan dan kekeliruan agar dapat dibenahi. Dan terakhir, penulis berendah diri kepada Allah, semoga Dia menerima amalku ini dan menjadikannya ikhlas demi mengharapkan ridha-Nya. Penulis memohon dengan sangat semoga Allah mengaruniaku keikhlasan dalam perkataan dan perbuatan dalam hidup hingga mati. Penulis juga berharap semoga umat Islam dapat memetik manfaat dari kajian ini dan semoga Allah menetapkan langkah semua orang di jalan yang benar untuk memulai kembali kehidupan yang Islami dan bersih, mendirikan daulah Islamiyyah yang lurus dengan mengikuti manhaj Nabawi. Yang demikian itu bukan sesuatu yang berat bagi Allah.

Mahasuci Engkau, ya Allah, segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.

*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris

DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.

DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.

Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.
Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris
0 komentar

Berkah Kematian Bayi

Suatu ketika Nabi saw melewati seorang wanita yang sedang menangis di kuburan lalu Nabi bersabda,”Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Wanita itu berkata,”Engkau mengatakan itu kepadaku karena engkau tidak mendapatkan musibah seperti musibah yang aku dapatkan (ini) sehingga engkau tidak mengetahuinya.” Setelah itu ada yang mengatakan kepada wanita itu,’Sesungguhnya orang itu adalah Nabi.’ Maka wanita itu itu pun mengejar hingga ke rumah Nabi saw dan dia tidak mendapatkan para penjaga lalu wanita itu mengatakan,”Aku tidak mengenalimu.’ Nabi bersabda,”Sesungguhnya sabar adalah pada awal pertama kali.” (Muttafaq Alaihi)

Adapun diantara kelebihan dan balasan yang akan Allah berikan kepada para orang tua yang mengalami hal seperti diatas adalah :

1. Dibangunkan sebuah rumah pujian di surga Allah swt :

Dari Abu Musa bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila anak seorang hamba meninggal dunia maka Allah berfirman kepada para malaikat-Nya,”Apakah engkau telah menggenggam anak dari hamba-Ku itu?’ Para malaikat menjawab,’Ya.’ Allah berfirman,”Apa yang dikatakan hamba-Ku itu?’ Para malaikat menjawab,’Segala puji bagi-Mu dan dia mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, pen). Lalu Allah berfirman,’Bangunkan baginya sebuah rumah di surga dan namakanlah rumah itu dengan nama ‘rumah pujian’” (HR. at Tirmidzi)

2. Dibalas dengan surga

Dari Abu Hurairoh berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Allah swt berfirman,’Tidaklah seorang hamba-Ku yang beriman mendapatkan suatu pahala apabila Aku genggam orang yang dikasihinya dari penduduk dunia kemudian dia rela dengannya kecuali dia (akan mendapatkan surga).” (HR. Bukhori)
Dari Anas berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Tidaklah seorang muslim ditinggal mati tiga orang anaknya yang belum baligh kecuali Allah akan memasukkannya kedalam surga dikarenakan kasih sayangnya kepada mereka.” (Muttafaq Alaihi)

3. Menjadi penghalang bagi orang tuanya dari api neraka

Dari Abu Said al Khudriy berkata,”Seorang wanita pernah menemui Rasulullah saw dan berkata,’Wahai Rasulullah saw kaum lelaki mendapatkan (pelajaran) haditsmu maka jadikanlah satu harimu untuk kami bisa mendatangimu dan belajar kepadamu dari apa-apa yang telah Allah ajarkan kepadamu. Nabi bersabda,”Berkumpullah kalian pada hari ini dan itu.’

Para wanita kemudian berkumpul dan Nabi saw pun mendatangi mereka dan mengajarkan apa-apa yang diajarkan Allah kepadanya saw kemudian beliau saw bersabda,”Tidaklah seorang wanita diantara kalian yang telah memberikan tiga anaknya (meninggal) kecuali mereka semua akan menjadi penghalang baginya dari neraka.’ Lalu seorang wanita berkata,’Bagaimana dengan dua orang anak.?’ Nabi bersabda,’Termasuk juga dua orang anak.” (Muttafaq Alaih)

Ummu Salamah binti Milhan adalah istri dari Abu Thalhah yang didoakan Rasul saw ketika Abu Thalhah mengeluhkan tentang apa yang dilakukan istrinya itu. Rasul pun bersabda,”Semoga Allah memberkahimu pada malam kalian berdua.” Kemudian Ummu Salamah hamil—ini adalah balasan di dunia—dan melahirkan Abdullah. Seorang dari Anshar berkata,”aku menyaksikan sembilan anak seluruhnya menghafal Al Qur’an dan semuanya itu adalah anak-anaknya Abdullah.

Sedangkan balasan di akherat bahwa Ummu Salamah adalah diantara orang yang dimimpikan Nabi saw dan didengar suaranya di surga sebagaimana sabdanya saw,”Aku memasuki surga dan aku mendengar langkah-langkah kaki dihadapanku.’ Lalu aku bertanya,’(suara) apa itu’ dijawab,’al Ghumaidha’ binti Milhan (Ummu Salamah, pen).” (HR. Muslim)

Wallahu A’lam
(http://www.eramuslim.com)
Selasa, 08 Desember 2009 0 komentar

Rahasia Ubun-ubun dalam Alquran



Gambar otak manusia bagian depan yang disebut Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).

Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)

Bagaimana mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?

Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”

Kemudian ia memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof. Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun.

Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.

Dengan mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.

Lapisan depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam menentukan inisiasi dan kognisi.

Lapisan ini berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun. Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif melakukan kebaikan atau kejahatan.

صورة للبروفسور كيث ال مور عالم الأجنة الكندي

Ketika Prof. Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan, “Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan fungsi ubun-ubun.

Ternyata, ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)

Beberapa hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”

Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”

Juga seperti sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”

Apabila kita menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku hewan.

Makna Bahasa dan Pendapat Para Mufasir:

Allah berfirman,


كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَ بِالنَّاصِيَةِ(15)نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ(16)

“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang berdusta lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 15-16)

Kata nasfa’ berarti memegang dan menarik. Sebuah pendapat mengatakan bahwa kata ini terambil dari kalimat safa’at asy-syamsu yang berarti matahari mengubah wajahnya menjadi hitam. Sementara kata nashiyah berarti bagian depan kepala atau ubun-ubun.

Mayoritas mufasir menakwili ayat bahwa sifat bohong dan durhaka itu bukan untuk ubun-ubun, melainkan untuk empunya. Sementara ulama selebihnya membiarkannya tanpa takwil, seperti al-Hafizh Ibnu Katsir.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.

Sementara mufasir lain membiarka nash tersebut tanpa memaksakan diri untuk memasuki hal-hal yang belum terjangkau oleh pengetahuan mereka pada waktu itu.

Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:

Prof. Keith L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan, “Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu sebelum pernah disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam buku-buku kedokteran. Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di masa Nabi SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab ini (al-Qur’an al-Karim). Hal itu menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan membuktikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.

Pengetahuan tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.

Para dokter sebelum itu meyakini bahwa bagian dari otak manusia ini adalah area bisu yang tidak memiliki fungsi. Lalu, siapa yang Muhammad SAW bahwa bagian dari otak ini merupakan pusat kontrol manusia dan hewan, dan bahwa ia adalah sumber kebohongan dan kesalahan.

Para mufasir besar terpaksa menakwili nash yang jelas bagi mereka ini karena mereka belum memahami rahasianya, dengan tujuan untuk melindungi Al Qur’an dari pendustaan manusia yang jahil terhadap hakikat ini di sepanjang zaman yang lalu. Sementara kita melihat masalah ini sangat jelas di dalam Kita Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarah dalam diri orang dan hewan.

Jadi, siapa yang memberitahu Muhammad SAW di antara seluruh umat di bumi ini tentang rahasia dan hakikat tersebut? Itulah pengetahuan Allah yang tidak datang kepadanya kebatilan dari arah depan dan belakangnya, dan itu merupakan bukti dari Allah bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi-Nya, karena ia diturunkan dengan pengetahuan-Nya.
Oleh Dr. Mohamad Daudah

Yoyen dalam Kenangan

Yoyen dalam Kenangan

 
;