“Allah lebih menyukai muslim yg kuat daripada muslim yang lemah”
Dari aq SD hingga kuliyah istilah “ sehat itu mahal” begitu lekat di telinga. Hingga menjelang akhir study ku di AkPer istilah itu pun membuat ku berontak kecil. Masa’ sehat mahal sih! Bukannya justru sakit yg mahal. Tidak bisa dipungkiri lagi klo tubuh dan jiwa kita ada yg terganggu pasti melakukan apapun tidak comfort ‘n enjoy. Oleh sebab itu, dengan naluri kemanusiaan nya si manusia mencari solusi dalam bentuk mencari “obat” baik itu pergi ke praktek dokter umum, klinik, puskesmas, RSU, RS Swasta, RSJ, panti pijat / tukang urut, sin she, dukun, bidan, ato pun meracik obat sendiri alias memanfaatkan tanaman2 sekitar yg menurut sebagian masyarakat berkhasiat.
Kita kembali ke istilah “sakit itu mahal”. Ya iyalah coba kita hitung kasar. Misal di sore menjelang maghrib seorang anak mengalami demam. Pertolongan pertama yg Ibu berikan mengkompres anak dg air hangat, kemudian krn khawatir sudah 1 jam demam gk turun si Ibu membeli obat demam di warung dekat rumah (uang keluar), panas si anak turun, eh ternyata beberapa jam kemudian demam lagi. Sontak si Ibu dan Ayah bertambah resah. Akhirnya malam itu juga si Anak dibawa ke praktek dokter umum yg masih buka. Si Dokter pun memberikan beberapa obat (biasanya paracetamol, antibiotik, dan multivitamin itu wajib ada)- (uang keluar)- plus biaya jasa dokter dan perawat kemudian dokter pun menyebutkan biaya pengobatan yg hrs dibayar oleh ortu si Anak tsb. Kemudian pulang lah si keluarga itu. 2 hari kemudian si keluarga itu datang lagi dg keluhan si Anak masih demam. Kemudian dokter pun menyarankan agar darah si Anak dicek laboratorium. Si Ortu pun menyetujuinya (uang keluar). Beberapa jam kemudian hasil lab sudah bisa diterima oleh dokter yg menyarankan tadi. Maka si dokter pun menyatakan si Anak mengidap Demam Berdarah Dengue (DBD). Si Ortu pun kaget dan sedih. Mereka meminta saran bagaimana sebaiknya, si Dokter pun menyarankan bisa diopname atau dirawat di rumah saja dgn memperhatikan secara ketat input dan output cairan si Anak.
Jika si ortu memilih dirawat di rumah saja, maka cerita selanjutnya si ortu terpaksa membeli banyak minuman rasa seperti jus buah krn si Anak gk suka minum air putih (uang keluar). Ato memilih utk dirawat di RS (uang keluar). Si ortu akan bertemu dg dokter umum yg ada di Emergency (uang keluar) si Anak diinfus (uang keluar). Kemudian si Anak akan dirawat di salah satu kamar RS (uang keluar). Jika botol infus habis maka botol infus pun diganti lagi (uang keluar). Belum lagi obat yg harus diberikan utk si anak saat diopname (uang keluar). Begitu terus selanjutnya hingga hari ke 7.
Berapa Banyak kalimat “uang keluar” saya tulis di wacana di atas. Itu masih uang keluar yg saya anggap normal, blm lg uang keluar yg bersifat incidental.
Bayangkan berapa rupiah yg dikeluarkan oleh si Ortu dari penyakit yg diderita si Anak. So, Sakit itu Mahal kan?!?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar